top of page
Search
Writer's pictureAyyash M

Awal Munculnya Term Salafi dan Wahabi


Kata salaf berasal dari pola salafa-yaslufu-salafan yang memiliki arti terdahulu. Secara istilah salaf disandarkan pada ulama yang hidup pada tiga abad hijriah terhitung setelah wafatnya Nabi Muhammad, yaitu para sahabat, tabi’in (murid sahabat) dan tabi’ at-tabi’in (murid tabi’in).[1] Umat Islam sepakat bahwa tiga generasi tersebut merupakan generasi terbaik sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad, yaitu dalam hal keimanan, kebaikan, dan kepahaman terhadap Al-Qu’ran dan sunah serta paling jauh dari perbuatan bidah.[2]


Istilah sebutan “Salafi atau Salafiyah” muncul setelah tiga generasi awal umat Islam. Awal mula penggunaan istilah Salafi terjadi pada abad ke-4 dan ke-5 hijriah. Istilah ini digunakan para ulama mazhab Hanbali untuk membedakan pemahaman akidahnya dengan akidah ahli kalam atau mutakallimun. Para ulama mazhab Hanbali menempuh metode ulama Salaf dalam akidah, yaitu dengan meyakini bahwa wajibnya merujuk pada dalil dari Al-Qur’an dan hadis, adapun akal digunakan sebagai sarana untuk memahami dalil. Hal ini bertolak belakang dengan ahli kalam yang cenderung mengedepankan akal atau rasional daripada dalil pada masalah akidah. Oleh karena itu, para ulama mazhab Hanbali menggunakan istilah Salafi guna membedakan pemahaman akidahnya dengan ahli kalam.[3]


Istilah penamaan Salafi juga digunakan oleh seorang ulama mazhab Hanbali abad ke-7, Ahmad bin Abdul Halim bin Taymiyyah atau yang dikenal dengan Ibnu Taymiyyah. Penggunaan istilah ini dapat ditemui pada karyanya, yaitu kitab Dar’u Ta’arudh al-‘Aql wa an-Naql dan Majmu’ al-Fatawa. Ibnu Taymiyyah juga memiliki tujuan yang sama dalam menggunakan istilah Salafi sebagai mana yang dilakukan oleh para ulama mazhab Hanbali di abad ke-4 dan ke-5, yakni bertujuan untuk membedakan pemikiran akidahnya dengan ahli kalam dalam masalah penetapan sifat Allah. Di mana Ibnu Taymiyyah menetapkan dan memahami sifat Allah secara teks yang terkandung dalam Al-Qur’an dan sunah, sedangkan golongan ahli kalam melakukan takwil dalam memahami sifat Allah apabila bertentangan dengan akal atau rasionalnya.[4]



Adapun istilah Wahabi merupakan istilah yang digunakan oleh mereka yang anti terhadap dakwah Syekh Muhammad bin Abdulwahab. Munculnya istilah ini disematkan agar orang-orang menjauh dari dakwah Syekh Muhammad dikarenakan masif dan pesat perkembangannya. Istilah ini diambil dari nama ayahnya, yaitu Abdulwahab. Meskipun istilah Wahabi kurang tepat dikarenakan Wahabi merupakan nisbat dari asmaulhusna Allah, yakni Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi Karunia).[5] Adapun yang pertama kali memberikan julukan “Wahabi” adalah Carsten Niebuhr, seorang penjelajah Jerman yang melakukan ekspedisi ke Jazirah Arab pada abad ke-18, hal ini bisa didapati dalam buku karyanya yang berjudul “Journey Through Arabia and Other Countries in the East”.[6]




Muhammad Yahya Ayyash

6.07 a.m. 27 Dhuʻl-Qaʻdah 1443 AH



___________ [1] Ibid., hlm. 254-256 [2] Abdurahman, Tesis: “Politik Identitas Keagamaan: Studi Kasus Tentang Gerakan Paham Keagamaan Wahabisme dalam Identitas Kebangsaan Kerajaan Saudi Arabia”, (Depok: UI, 2007), hlm. 2 [3] Abdullah bin Ibrahim Al-Askar, “مصطلح الوهابية”, 2016. https://www.alriyadh.com/1144133. Diakses pada 02 Juni 2022 [4] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Mulia dengan Manhaj Salaf, Bogor: Pustaka At-Taqwa, 2008, hlm. 16-17 [5] Ahmad Ma’ruf, "Global Salafism Sebagai Gerakan Revivalisme Islam", Al-Murabbi, Vol. 1 No. 2, 2016, hlm. 146-147 [6] Muhammad Imdad Robbani, “Salafiyah: Sejarah dan Konsepsi”, Tasfiyah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 2, 2017, hlm. 250-252

12 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentários


Post: Blog2_Post
bottom of page