top of page
Search
Writer's pictureAyyash M

Catatan Fikih Akbar

Fikih Akbar Hiqbah At-Ta’hil Al-Fiqhi Al-Hanbali


Kekhususan-Kekhususan Akidah Ahlussunnah

• Pertama, tauhid, yaitu mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah Ta’ālā, dan melakukan ittibā’ (mengikuti) Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.

• Kedua, at-tauqīf (berdasarkan wahyu). Akidah ini bersumber dari Allah, dan tidak melampaui apa yang terdapat dalam Al-Qur`ān dan hadis. Akidah ini tidak diambil dari pendapat manusia ataupun kias.

• Ketiga, sesuai dengan fitrah suci yang Allah menciptakan manusia di atasnya sebelum mereka diselewengkan oleh para setan.

• Keempat, sesuai dengan akal sehat, yaitu akal yang selamat dari berbagai syubhat dan syahwat.

• Kelima, komprehensif, yaitu tidak ada satu pun aspek tentang alam, kehidupan, dan manusia, melainkan dijelaskan oleh akidah ini.

• Keenam, tasyābuh (saling melengkapi). Sebagiannya melengkapi sebagian yang lain, tidak ada kontradiksi dan ketimpangan dalam poin-poinnya.

• Ketujuh, wasaṭiyyah (moderat). Akidah ini merupakan timbangan keseimbangan antara sikap berlebihan dan kelalaian dalam berbagai aliran pendapat manusia.


Buah dari Kekhususan Akidah Ahlussunnah

• Pertama, realisasi ibadah kepada Tuhan semesta alam, dan terbebas dari penghambaan terhadap makhluk.

• Kedua, realisasi ittibā’ (mengikuti) Rasul Tuhan semesta alam, dan berlepas diri dari bidah dan para pelakunya.

• Ketiga, ketenangan jiwa dan ketenteraman hati karena hubungannya dengan Sang Pencipta yang Maha Pengatur lagi Mahabijaksana.

• Kelima, keyakinan pemikiran dan kekonsistenan akal, serta selamat dari kontradiksi dan penyimpangan.

• Kelima, pemenuhan kebutuhan ruh dan jasad, serta adanya keyakinan dan perilaku yang saling melengkapi.


Iman kepada Allah

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat dengan keberadaan Allah subḥānahu, dan bahwasanya Dia adalalah Tuhan segala sesuatu, Dia semata yang berhak untuk disembah, tidak ada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, dan disucikan dari segala sifat kekurangan

Iman kepada Allah mengandung empat hal:


Pertama: Iman terhadap keberadaan/wujud Allah

Keberadaan Allah Subḥānahu wa Ta’ālā ditunjukkan oleh beberapa hal, di antaranya:

1. Fitrah yang Lurus Fitrah yang lurus adalah kondisi di mana anak cucu Adam diciptakan tanpa perlu pembelajaran sebelumnya

2. Akal Sehat, yaitu akal yang selamat dari berbagai syubhat dan syahwat.

3. Kejadian-kejadian yang terlihat, , di antaranya adalah mukjizat para nabi, karamah para wali dan orang-orang saleh, serta pengabulan terhadap doa orang-orang yang berdoa.

4. Syariat yang benar, apa yang diungkapkan oleh Al-Qur`ān dan Sunnah yang sahih.


Kelompok yang mengingkari keberadaan Allah

1. Dahriyyun/Kelompok Skeptis: para filsuf Dahriyyah (Skeptik) yang mengatakan alam semesta itu qadīm (ada sejak dahulu dengan sendirinya) dan kekal. Pada masa sekarang, mereka serupa dengan orang-orang yang dikenal dengan sebutan penganut ateis modern

2. Ṭabā`i’iyyūn (Kelompok Naturalis): bahwa alam semesta ini ada karena proses alamiah evolusi alam.

3. Shadafiyyun: orang-orang yang mengatakan bahwa semua yang ada terjadi secara kebetulan semata.

4. Asy-Syuyū’iyyūn (Komunisme)

5. Segelintir Orang yang Menyimpang

Kedua: Iman terhadap Rubūbiyyah-Nya

keyakinan yang pasti bahwa Allah Ta’ālā semata yang menjadi Rabb, Pencipta, Raja, dan Pemberi perintah. Makna Rabb adalah Tuan, Raja, dan Pengatur yang mengatur alam semesta dengan karunia-Nya.

Rubūbiyyah mencakup tiga hal utama, yaitu:

1. Penciptaan: Allah adalah pencipta segala sesuatu. Apa pun yang ada selain Allah adalah makhluk.

2. Kepemilikan: Allah adalah raja (pemilik), dan selainnya adalah hamba

3. Pengaturan: Allah adalah yang mengatur segala urusan di alam semesta.



Golongan yang tersesat dalam Rububiyyah Allah

1. Dualisme dan Maniisme: Mereka adalah orang-orang yang mengatakan bahwa alam semesta ini memiliki dua pencipta: tuhan cahaya yang menciptakan kebaikan, dan tuhan kegelapan yang menciptakan kejahatan. Mereka sepakat bahwa cahaya lebih baik daripada kegelapan.

2. Nasrani: meyakini trinitas

3. Sebagian Musyrikin Arab: berkeyakinan bahwa tuhan-tuhan mereka memiliki sedikit campur tangan dalam memberikan manfaat, mudarat, dan pengaturan alam

4. Qadariyah yang menolak adanya Tuhan

Ketiga: Iman terhadap Ulūhiyyah-Nya

Yaitu keyakinan yang kuat bahwa Allah semata yang menjadi ilah yang benar, Dia yang berhak untuk disembah, tidak ada selain-Nya. Makna ilah adalah yang disembah, yang disembah oleh hati dengan penuh kecintaan dan pengagungan. Hakikat ibadah adalah kesempurnaan cinta disertai kesempurnaan kerendahan, ketundukan, dan pengagungan. Ini semua tidak dilakukan kecuali kepada Ilah yang Esa.


Jenis-jenis ibadah:

a. Ibadah hati: seperti, khauf (rasa takut), raja’ (rasa harap), dan mahabbah (cinta)

b. Ibadah lisan: seperti, zikir, doa, tilawah, dll.

c. Ibadah anggota badan: seperti, salat, kurban, haji, dll

d. Ibadah harta: seperti, zakat, sedekah

Dampak dari kesyirikan:

1. Kezaliman yang paling besar Allah Ta’ālā berfirman, “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benarbenar kezaliman yang besar.” (QS. Luqmān: 13)

2. 2. Dosa paling besar Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan tentang dosa paling besar?” (Beliau ucapkan) tiga kali. Mereka menjawab, “Tentu mau wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Mempersekutukan Allah...” (Muttafaq ‘alaihi)

3. Pelakunya diharamkan dari surga, dan kekal di neraka Allah Ta’ālā berfirman, “Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang yang zalim itu.” (QS. Al-Mā`idah: 72)

4. Semua amalan dihapuskan. Allah Ta’ālā berfirman, “Sungguh jika engkau menyekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.” (QS. Az-Zumar: 65)


Menjauhi Hal-Hal yang Bisa Mengantarkan kepada Kesyirikan

1. Melarang bersikap guluw (berlebihan) terhadap orang saleh Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Waspadalah kalian terhadap guluw. Karena sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu celaka karena sikap guluw mereka dalam beragama.” (HR. Ahmad, Nasa`i, dan Ibnu Majah).1

2. Berhati-hati dari fitnah kuburan, seperi menjadikan sbg masjid, membangun bangunan di atasnya, mengkhususkan safar untuk ziara kubur.

3. Mewaspadai penyerupaan orang-orang musyrik dan ahli kitab dalam masalah akidah, ibadah, dan adat-adat khusus mereka

4. Larangan menggambar makhluk hidup

5. Larangan menggunakan lafal-lafal kesyirikan, seperti bersumpah dengan selain nama Allah, menyamakan kehendak Allah dengan makhluk-Nya, dst.

6. Mewaspadai amalan-amalan yang mengantarkan kepada kesyirikan, seperti memakai jimat, pelet, azimat, tathayyur, dll


Keempat: Iman terhadap Nama dan Sifat-sifat Allah

keyakinan pasti bahwa Allah Ta’ālā memiliki nama-nama yang terbaik dan sifat-sifat yang sangat tinggi; menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diriNya dalam kitab-Nya, atau ditetapkan oleh Nabi untuk-Nya di dalam Sunnahnya, berupa sifat-sifat kesempurnaan dan kemuliaan, tanpa disertai dengan tamṡīl (penyerupaan) dan takyīf (menentukan kaifiatnya); serta menafikan apa yang Allah nafikan untuk diri-Nya dalam kitab-Nya, atau dinafikan oleh Nabi-Nya dalam Sunnahnya, berupa sifat-sifat kekurangan, aib, dan penyerupaan dengan makhluk, tanpa taḥrīf (penyelewengan) dan juga ta’ṭīl (pengingkaran).

Pembagian Sifat Allah

1. Sifat Żātiyyah (zat) Yaitu sifat-sifat yang senantiasa melekat dengan zat Allah yang Mahasuci, seperti hidup, mendengar, melihat, ilmu, kodrat, iradah, hikmah, kekuatan, dan lainnya.

2. Sifat Fi’liyyah (perbuatan) Yaitu sifat-sifat yang terkait dengan masyī`ah (kehendak) dan hikmah Allah. Dia melakukannya jika Dia berkehendak, sebagaimana yang dikehendaki-Nya, dan selaras dengan hikmah-Nya, seperti sifat istiwa` (bersemayam), turun, cinta, benci, gembira, heran, tertawa, datang, dan sifat lainnya yang disebutkan dalam Al-Qur`ān atau terdapat dalam Sunnah yang sahih.

Contoh Sifat Allah

a. Sifat ‘Uluw (Tinggi) Sifat ini ada tiga macam:

1. ‘Uluw Al-Qadar (Ketinggian Kedudukan). Maksudnya, Allah Subḥānahu wa Ta’ālā memiliki semua sifat kesempurnaan yang paling sempurna, paling lengkap, dan paling tinggi. Allah Ta’ālā berfirman, “Dan Allah mempunyai sifat Yang Mahatinggi. Dan Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. An-Naḥl: 61)

2. ‘Uluw Al-Qahr (Ketinggian Kekuasaan). Maksudnya, Allah Ta’ālā memiliki kemuliaan, kekuatan, kemenangan, dan imtinā’ (penolakan) di atas semua makhluk-Nya. Allah Ta’ālā berfirman, “Dan Dialah yang berkuasa atas hamba-hamba-Nya. Dan Dia Mahabijaksana, Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’ām: 18) 3. ‘Uluw Aż-Żāt (Ketinggian Zat). Maksudnya, Allah Ta’ālā dengan Zat-Nya berada di atas semua langit, bersemayam di atas Arasy-Nya, terpisah dari makhluk, dan tidak ada sedikit pun dari makhluk yang melekat pada-Nya, dan tidak ada sedikit pun dari Zat-Nya terdapat pada makhluk. Dia Mahasuci dan segala puji bagi-Nya. Allah Ta’ālā berfirman, “Sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang di langit tidak akan membuat kamu ditelan bumi ketika tiba-tiba ia terguncang?” (QS. Al-Mulk: 16)


b. Sifat Istiwā` (Bersemayam di atas Arasy): Istiwā` adalah ketinggian Allah Ta’ālā di atas Arasy setelah penciptaan semua langit dan bumi, dengan ketinggian yang layak dengan kemuliaan dan keagunganNya, tidak menyerupai bersemayamnya para makhluk. Istiwā` merupakan sifat fi’liyyah (perbuatan).

c. Sifat Kalam (Berbicara)

Sifat kalam (berbicara) adalah bahwasanya Allah Ta’ālā berbicara dengan pembicaraan hakiki, bisa didengar, dengan huruf dan suara yang tidak menyamai pembicaraan makhluk. Dan bahwasanya Allah berbicara kapan saja Dia kehendaki, dengan apa saja yang Dia kehendaki, dan bagaimana saja yang Dia kehendaki, pembicaraan yang benar dan adil, dengan kalimat-kalimat yang tidak akan pernah habis. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā senantiasa dan masih terus akan berbicara. Kalam merupakan sifat żātiyyah kalau ditinjau dari aslinya, dan merupakan sifat fi’liyyah kalau ditinjau dari masing-masing pembicaraan dan parsialnya.


Mereka yang Menyimpan dalam Memahami Asma wa Shifat


1. Ahlu At-Tamṡīl Mereka adalah orang-orang yang berlebihan dalam menetapkan nama dan sifat Allah sehingga terjerumus pada penyamaan-Nya dengan makhluk. Syubhat mereka adalah bahwa semua itu merupakan tuntutan nas (dalil), karena Allah Ta’ālā berbicara kepada manusia dengan sesuatu yang mereka pahami dari para makhluk.


2. Ahlu At-Ta’ṭīl Mereka adalah orang-orang yang berlebihan dalam menyucikan Allah sehingga terjerumus ke dalam panafian dan pengingkaran. Syubhat mereka adalah bahwasanya penetapan sifat-sifat tersebut mengharuskan adanya persamaan, karena sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang dimiliki oleh makhluk, maka dengan demikian harus dinafikan dari Al-Khāliq (Pencipta). Dengan demikian mereka menetapkan untuk Allah wujud mutlak tanpa ada sifat.



3. Ahlu At-Ta`wīl Mereka adalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa sebagian nas-nas sifat, seperti sifat fi’liyyah dan khabariyyah, tidak menunjukkan sifat hakiki pada Allah Ta’ālā. Maka mereka pun segera mencari makna-makna lain yang terkandung dalam nas-nas tersebut, tanpa ada dalil sahih yang membolehkan bagi mereka untuk memindahkan nas dari makna lahirnya ke makna selain dari makna lahir tersebut. Mereka menyebut taḥrīf (penyelewengan) yang mereka lakukan itu dengan istilah ta`wīl (takwil).


Iman Kepada Malaikat

Keyakinan yang kuat bahwasanya Allah telah menciptakan suatu makhluk untuk beribadah kepada-Nya, dan mengikhlaskan ketaatan pada-Nya, Dia mengkhususkan mereka untuk beribadah kepada-Nya, menempatkan mereka di langit-Nya, dan memberikan kepada mereka kekuatan untuk melaksanakan perintah-Nya.

Iman kepada malaikat tidak sempurna kecuali dengan meyakini hal-hal berikut ini:


Pertama: Mereka adalah hamba-hamba yang mulia, berbakti lagi dekat dengan Allah, tunduk kepada-Nya, dan penyayang

Kedua: Mereka diciptakan dari cahaya, memiliki sayap, dan memiliki rupa yang agung lagi beragam

Ketiga: Mereka bersaf-saf dan bertasbih Allah mengilhamkan kepada mereka untuk bertasbih (memuji Allah), melaksanakan perintah-Nya, dan memberikan kepada mereka kekuatan untuk melaksanakannya

Keempat: Mereka tidak bisa dilihat Mereka ada di alam gaib, tidak bisa dijangkau oleh indra manusia dalam kehidupan dunia kecuali bagi orang-orang yang dikehendaki oleh Allah, seperti penglihatan Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam terhadap Jibril dalam bentuk aslinya yang diciptakan Allah. Akan tetapi, manusia bisa melihat mereka di akhirat.

Kelima: Mereka ditugaskan dengan tugas yang beragam di samping tugas utama dalam bentuk ibadah dan memuji Tuhan yang terus mereka kerjakan.

Iman Kepada Kitab-Kitab Allah

Keyakinan yang kuat bahwa Allah Ta’ālā telah menurunkan kitab-kitab dengan benar kepada para Nabi-Nya, sebagai petunjuk bagi manusia, rahmat, pelajaran, hujah bagi mereka dan penjelasan untuk segala sesuatu.

Pertama: Mengimani bahwa kitab-kitab tersebut diturunkan dari sisi Allah dengan benar

Kedua: Mengimani kitab-kitab yang kita ketahui namanya secara khusus, dan mengimani secara global yang kita tidak ketahui namanya

Ketiga: Membenarkan beritanya yang tidak diselewengkan Allah Ta’ālā mengabarkan bahwa kitab-kitab Bani Israil sudah dimasuki oleh taḥrīf (penyelewengan) secara lafal dan makna. Allah berfirman, “Mereka suka mengubah firman (Allah) dari tempatnya.” (QS. Al-Mā`idah: 13) “Mereka mengubah kata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya.” (QS. AlMā`idah: 41)

Kisah Israiliyyat tidak terlepas dari tiga:

1. Sejalan dengan isi Al-Qur`ān: Ini kita hendaknya meyakini kebenarannya karena kesaksian Kitab kita terhadapnya, seperti cerita tentang banjir topan, kisah Ibrahim, Yusuf, Musa, tenggalamnya Firaun, mukjizat-mukjizat Isa ‘alaihissalām, dan lainnya tanpa meyakini rincian kisah-kisah tersebut di dalam kitab-kitab mereka.

2. Bertentangan dengan isi Al-Qur`ān: Ini kita hendaknya meyakini kebatilannya, dan ini termasuk hal-hal yang mereka buat, mereka tulis dengan tangan mereka, dan mereka lencengkan dengan lisan mereka, seperti klaim mereka bahwa Lut ‘alaihissalām meminum khamar dan berzina dengan kedua putrinya

3. Tidak sejalan dan juga tidak bertentangan dengan isi Al-Qur`ān Ini tidak kita benarkan dan juga tidak kita dustakan, karena sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Jika kalian diberi cerita oleh Ahli Kitab, maka janganlah kalian benarkan dan jangan pula kalian dustakan. Katakanlah, ‘Kami beriman kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya. Jika itu benar maka kalian tidak mendustakan mereka, dan jika itu batil maka kalian pun tidak membenarkan mereka.” (HR. Ahmad, dan Abu Daud)


Keempat: Berhukum dengan syariat Al-Qur`ān

Kelima: Beriman kepada semua isi kitab dan tidak membedabedakannya

Keenam: Haram menyembunyikan, menyelewengkan, berselisih, dan mempertentangkan sebagiannya dengan sebagian yang lain

Iman Kepada Para Rasul

Keyakinan yang kuat bahwa Allah Ta’ālā telah memilih beberapa lakilaki dari manusia, Dia berikan wahyu kepada mereka, Dia utus mereka sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, mereka menyampaikan risalahrisalah-Nya kepada makhluk untuk beribadah hanya kepada-Nya, menjauhi ṭāgūt, karena kasih sayang-Nya kepada mereka, dan sekaligus untuk menegakkan hujah terhadap mereka.

Pertama: Beriman bahwa risalah mereka dari Allah berdasarkan keinginan dan hikmah-Nya

Kedua: Beriman kepada semua rasul Allah, yang kita ketahui namanya kita imani secara personal, dan yang tidak kita ketahui maka kita imani secara global

Ketiga: Membenarkan mereka dan menerima apa yang mereka kabarkan dari Allah

Keempat: Menaati dan mengikuti mereka serta berhukum kepada mereka

Kelima: Menjadikan mereka sebagai wali, mencintai, menghargai dan mengucapkan salam untuk mereka.


Iman Kepada Hari Akhir

Keyakinan yang kuat bahwa Allah Ta’ālā menangguhkan para hamba sampai hari mereka dibangkitkan dari kuburnya, dan Dia akan menghisab (memperhitungkan) amalan mereka serta membalasnya, bisa jadi dengan surga atau neraka.


Di antara perkara yang termasuk dalam keimanan dengan hari akhir adalah:

Pertama: Beriman pada apa yang akan terjadi setelah kematian. Di antaranya melihat malaikat ketika sedang mengalami kematian; fitnah kubur yang terjadi dengan pertanyaan dua malaikat terhadap manusia tentang Tuhannya, agamanya, dan nabinya; azab kubur atau kenikmatannya; serta apa yang akan dialami manusia di kehidupan barzakh

Kedua: Beriman kepada hari Kiamat dan tanda-tandanya.

Ketiga: Beriman terhadap kebangkitan Yaitu Allah Ta’ālā mengeluarkan para hamba dari kuburan mereka dalam keadaan hidup, telanjang kaki tanpa sandal, telanjang badan tanpa pakaian, belum dikhitan, tanpa memakai apa pun

Ketiga: Beriman terhadap kebangkitan. Yaitu Allah Ta’ālā mengeluarkan para hamba dari kuburan mereka dalam keadaan hidup, telanjang kaki tanpa sandal, telanjang badan tanpa pakaian, belum dikhitan, tanpa memakai apa pun

Keempat: Beriman terhadap kondisi yang terjadi di hari Kiamat.

Kelima: Beriman terhadap adanya hisab

Keenam: Beriman terhadap pembalasan


Iman Kepada Takdir Allah

Yaitu keyakinan yang kuat bahwa Allah Ta’ālā telah menentukan takdir semua makhluk dengan ilmu-Nya yang azali, menuliskannya di Lauḥ Maḥfūẓ, merealisasikannya sesuai dengan kehendak-Nya, dan menjadikan-Nya dengan kekuatan-Nya.


Pertama: Iman kepada Ilmu Allah. Ilmu Allah yang azali, abadi, meliputi segala sesuatu secara global dan terperinci, terkait segala sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan-Nya, berupa penetapan takdir ajal dan rezeki, ataupun terkait dengan perbuatan hamba-Nya, berupa ketaatan dan kemaksiatan. Allah Ta’ālā berfirman, “Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 29)


Kedua: Iman kepada penulisan Allah terhadap semua takdir di Lauḥ Maḥfūẓ. Allah Ta’ālā berfirman, “Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauḥ Maḥfūẓ) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Ḥadīd: 22).


Ketiga: Iman kepada kehendak Allah yang pasti terjadi. Apa yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak terjadi.


Keempat: Iman kepada penciptaan Allah terhadap semua makhluk. Allah adalah Sang Pencipta, dan selain-Nya adalah makhluk. Segala sesuatu, zatnya, sifatnya, dan pergerakannya adalah makhluk dan bersifat baru. Allahlah Pencipta dan yang mengadakannya.


9 views0 comments

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page